Kepulauan Maluku, Indonesia, yang secara historis dikenal sebagai “Kepulauan Rempah-Rempah,” kini menghadapi ancaman serius terhadap budidaya pala, cengkeh, dan rempah eksotis lainnya akibat perubahan iklim. Pola curah hujan yang tidak menentu dan peningkatan suhu telah mengganggu siklus panen dan mengurangi kualitas hasil bumi yang berharga ini.
Kenaikan suhu rata-rata memperburuk serangan hama dan penyakit yang biasanya dapat dikendalikan dalam kondisi iklim yang stabil. Petani lokal berjuang untuk melindungi pohon-pohon rempah tua yang membutuhkan kondisi iklim mikro yang sangat spesifik untuk tumbuh subur dan menghasilkan kualitas terbaik.
Perubahan pola curah hujan menyebabkan banjir di satu musim dan kekeringan parah di musim lainnya. Kondisi ekstrem ini merusak akar tanaman rempah yang sensitif dan mengancam mata pencaharian ribuan petani yang bergantung pada komoditas ekspor ini.
Sebagai respons, petani dan peneliti lokal mulai beradaptasi. Ini termasuk penggunaan sistem irigasi cerdas, penanaman varietas rempah yang lebih tahan iklim, dan praktik agroforestry untuk memitigasi dampak ekstrem cuaca. Pengetahuan tradisional tentang adaptasi tanaman juga dihidupkan kembali.
Dampak perubahan iklim pada rempah-rempah Maluku menyoroti kerentanan rantai pasok makanan global yang bergantung pada wilayah eksotis tertentu. Upaya adaptasi ini krusial tidak hanya untuk melestarikan warisan budaya Maluku tetapi juga untuk menjaga pasokan rempah-rempah global.

